Pengelolaan Kampung LESTARI

Kampung di Papua dan Pembangunan

  • Laporan Proyek
  • 2020
  • [my-books-attachments]

Deskripsi

Kampung-kampung di dalam dan di sekitar hutan Papua umumnya masih bersifat tradisional. Ciri dari kampung tradisional antara lain jumlah penduduk di bawah 1.000 jiwa, adat istiadat yang kuat, lingkungan yang masih sehat, hidup tergantung pada hasil hutan, dan sistem ekonominya berbagi. Secara umum, sistem sosial, ekologi, dan ekonomi kampung-kampung di Papua masih konservatif. Artinya, hutan masih cukup menjadi sumber penghidupan. Ketergantungan masyarakat terhadap hutan dibuktikan dengan variasi pekerjaan di kampung. Untuk masyarakat gunung, mata pencaharian utamanya berladang dan berburu. Adapun untuk masyarakat pesisir di kawasan mangrove, mata pencahariannya nelayan dan berladang.

Hutan dimiliki secara kolektif (ulayat), bukan perorangan. Hal ini membuat ikatan sosial menjadi sangat kuat sebab mereka terikat oleh tempat mencari. Keterkaitan dan keterikatan pada lahan mencari mempengaruhi sistem ekonomi warga kampung. Hubungan-hubungan ekonomi tidak selalu bersifat untung-rugi, melainkan berbagi. Prinsip berbagi ini adalah salah satu cara mereka menabung rejeki dan makanan pada keluarga dan kerabat. Warga kampung di Papua tidak akan kelaparan, sebab masih ada saudara dan kerabat yang bisa berbagi makanan, berbagi ruang untuk tinggal dan hidup. Sistem sosial-ekonomi-ekologi seperti ini berlangsung mapan dan sudah melembaga dalam bentuk kelembagaan adat. Mereka mempunyai aturan-aturan tak tertulis yang sangat dipatuhi. Dalam hal ini, tetua adat memiliki peran strategis menjaga kehidupan kampung tetap harmonis.

Program pembangunan, kehadiran perusahaan, dan terbukanya akses ke pasar global, membuat kehidupan kampung-kampung di Papua mulai berubah. Mata Pencaharian tradisional sudah mulai ditinggalkan dan bahkan diganti dengan subsidi atau kompensasi dari perusahaan, program dari dinas-dinas, Alokasi Dana Desa, Dana Desa, otonomi khusus dan sebagainya. Banyak pihak merasakan bahwa subsidi ini akan mengikis kohesi sosial dan ketahanan ekonomi masyarakat. Dalam merespon faktor perubah dari luar ini, kampung-kampung di Papua harus siap, baik dari segi pemerintahan maupun sumber daya manusia. Kelembagaan adat yang kuat pada praktiknya tidak sepenuhnya sesuai dengan tata kelola pemerintah dalam pembangunan kampung. Otonomi khusus Papua sejatinya dapat menjadi pintu bagi penyesuaian tata kelola pemerintah dan adat dalam membangun kampung, sehingga sesuai dengan konteks Papua.

Kami berharap Kampung Lestari bisa menjadi dasar membuat perubahan kampung menjadi lebih baik melalui program dan kegiatan yang sesuai dengan kondisi sosial- ekonomi-ekologi kampung menuju kehidupan yang lestari. Kelestarian sosial tercapai ketika hubungan-hubungan sosial stabil, masyarakat kohesiv (bersatu-utuh), tidak ada ketimpangan (jender, kelas sosial). Kelestarian ekonomi tercapai jika kebutuhan dasar satuan rumah tangga dan kampung terpenuhi secara tetap untuk jangka panjang. Kelestarian lingkungan/ekologis tercapai ketika produktivitas sumber daya alam yang menopang kehidupan dilindungi dan dimanfaatkan secara seimbang. Kampung Lestari adalah kendaraan masyarakat Papua untuk bergerak menuju visi 2100, yaitu kebahagiaan kualitas kehidupan seluruh masyarakat yang berada pada tingkat setinggi-tingginya, secara adil serta merata.

Scroll to Top